InsKreaSi: Kekerasan dalam PACARAN

Kekerasan dalam PACARAN


Kalau akhir-akhir ini masyarakat banyak yang menyoroti tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), sebenarnya perlu juga dicermati banyak remaja yang melakukan kekerasan kepada pasangannya yaitu pacarnya. Bentuknyapun bervariasi dan tidak jauh beda dengan KDRT.
            Contohnya Kasus Leni (21), mahasiswi Universitas Paramadina tengah dipidanakan oleh pacaranya sendiri, Anjas (27). Kasus Leni terjadi ketika (22/11/10) ia bertemu dengan Anjas di Kemayoran. Waktu itu Anjas ingin putus pacaran dengan cara baik-baik, namun pada pukul 19.30 WIB, tiba-tiba ia memaksa Leni menciumnya dan meraba tubuh Leni. Spontan Leni membela diri dan menyiramkan segelas air panas. Ironis, justru Leni yang saat ini menjadi terdakwa dengan hukuman 2,5 tahun penjara.
            Ada lagi kasus Sandra (samaran). Dia sangat terpukul. Pacarnya mengancam akan memposting fotonya dalam keadaan telanjang di Facebook. Karena ancaman itu, Sandra terpaksa cerita sama Sang Ayah minta pertolongan. Sandra masih kuliah tingkat III di sebuah kota Jawa Timur, Sang Ayah tinggal jauh di Kalimantan. Sandra sungguh merasa tidak berdaya.
Sesekali Bento mengancam akan mempublikasikan foto foto yang sangat pribadi. Karena tidak tahan, Sandra minta bantuan orang tuanya. Sang Ayah kemudian menghubungi Bento untuk stop hubungan tersebut dan tidak melakukan ancaman itu. Kini giliran Ayah Sandra tegas, mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Akhirnya, Sandra selamat dari hubungan yang sudah sangat tidak sehat.
            Bentuk kekerasan lain yang sering tidak disadari oleh remaja adalah tuntutan pembuktian cinta. Dengan menuntut pasangannya membuktikan cintanya, seseorang berarti telah melakukan penekanan secara psikis. Akhirnya seseorang melakukan sesuatu dengan terpaksa. Padahal masa pacaran adalah masa untuk belajar bertoleransi dengan orang lain.
            Sebuah hubungan memiliki siklus yang bervariasi. Dalam kasus kekerasan misalnya, dimana setelah muncul kekerasan, kemudian minta maaf dan kembali rukun. Namun, ini akan terjadi berulang-ulang pada kesempatan lain.
Jadi, keputusan apa yang harus diambil seorang remaja ketika hubungannya telah diwarnai dengan kekerasan?
Pilihan di tangan Anda

            Pacaran adalah masa perkenalan, tidak ada keharusan menikah meski itu cinta pertama Anda. Meski pasangan Anda baik dan kaya. Bahkan dia mengancam anda dengan berbagai cara. Idealnya Menikah itu sekali seumur hidup, tidak untuk coba-coba. Pernikahan itu diwariskan, dari generasi ke generasi. Terlalu mahal jika menikah karena kasihan atau sudah kadung intim.

            Karena itu pertimbangkan dengan sungguh selama masa kenalan itu, apakah anda sesuai dan bisa tinggal bersama seumur hidup. Jika anda menemukan ada hal yang aneh dan membahayakan, pertimbangkan ulang. Intinya bijak memilih teman hidup

            Pertama, memutuskan hubungan pacaran itu untuk selamanya, karena Anda merasa pasti itu berbahaya bagi Anda meneruskannya meski barang beberapa saat

            Kedua, memutuskan hubungan itu sementara untuk menguji cinta kalian. Minta kesediaan pacar Anda menemui konselor atau terapis mendapatkan bantuan. Bisa diberikan batas waktu misal minimal setahun, sampai ada rekomendasi dari terapisnya dan Anda yakin perubahan itu signifikan. Usahakan ikut tes kepribadian di pusat konsultasi psikologi, hasilnya akan sangat membantu. Karena bisa menemukan kelainan atau gangguan tertentu.

            Ketiga, terbukalah sambil meminta pendapat dari orangtua, saudara, teman dekat atau pembimbing rohani yang mencintai Anda. Dengarkanlah nasehat mereka sambil mendoakan agar ada sejahtera dalam hati Anda. Seringkali nasehat mereka sangat membantu.

            Keempat, ubah status dari pacar menjadi teman biasa sambil menjaga jarak. Sementara anda belum punya pacar bisa mendoakan dan memperhatikan perubahan cowok anda. Jika mendapat yang lebih baik bagi Anda, dan menjanjikan masa depan pernikahan yang lebih sehat anda boleh memilih dan memulai lembaran baru.
Judulnya “masih pacaran” kan???? Masih pacaran saja udah berani macam-macam, apalagi kalau sudah menikah? 

BY. INTA ELOK YOUARTI, S. Pd (Guru BK SMAPa)
Copyright © InsKreaSi Urang-kurai