Mendongkrak Kompetensi Guru, Perlu Visionary Leadership Kepala Sekolah
Oleh: Supaat I. Lathief
Salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan pendidikan adalah
aspek pengelolaannya, baik ditingkat makro maupun mikro. Sistem pengelolaan pendidikan
pada tingkat tersebut harus selalu menjadi perhatian agar dapat menunjang
pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan pendidikan secara efektif dan
efisien.
Saat ini, tantangan pendidikan nasional tidak
semata-mata dari faktor yang berasal dari sistem pendidikan itu sendiri, bahkan
yang lebih penting adalah tantangan eksternal, yaitu tantangan yang bersumber
dari permasalahan antarsektor yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Dengan
demikian, sistem pendidikan tidak dibangun dengan pendekatan yang bersifat ke
dalam (inward looking), tetapi pendekatan keterkaitan dan kesepadanan
dengan berbagai bidang pembangunan (outward looking) khususnya dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM) di era persaingan global.
Beberapa tantangan mendasar yang mempengaruhi dunia
pendidikan, adalah: orientasi nilai tambah (added value); perubahan
struktur masyarakat; dan pengaruh proses globalisasi. Tantangan pertama adalah
makin dirasakan perlunya orientasi nilai tambah dalam rangka meningkatkan
produktivitas nasional dan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya memelihara dan
meningkatkan pembangunan berkelanjutan.Orientasi nilai tambah yang meningkatkan
keunggulan kompetitif bangsa Indonesia hanya dapat dicapai dengan keunggulan
mutu sumber daya manusia (SDM) dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
tapat guna.
Tantangan kedua adalah terjadinya transformasi
masyarakat tradisonal menuju industrial sebagai indikator proses pembanguan
nasional. Transformasi tersebut akibat berkembangnya sektor industri dengan
ditandai dengan munculnya berbagai jabatan yang memerlukan jenis keahlian dan
ketrampilan beraneka pula.Tantangn ketiga, glabalisasi yang semakin masif dan
ekstensif membuat dunia semakin tidak terbatas (borderless).
Kita sekarang memasuki masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge
society).Buka lagi tenaga kerja, sumber alam, atau sumber energi yang
menentukan dunia, melainkan sains dan ilmu pengetahuan."Kehadiran
masyarakat ilmu pengetahuan tentu saja mempunyai dampak luas pada dunia
pendidikan.Sekolah akan mengalami perubahan jauh lebih besar dalam waktu 30
tahun mendatang dibandingkan perubahan yang telah terjadi sejak ditemukannya
buku cetak."Demikian ulasan Peter F. Drucker dalam tulisannya, The
1990s and Beyond (1990).Dampak pendidikan tentu saja berpengaruh pada
sistem pengelolaan dan peran pendidik.Hal senada juga pernah disinyalir Alvin
Toffler dalam Powershift (1990).
Diperlukan Visionary Leadership
Tantangan-tantangan tersebut hanya mampu dijamah
oleh seorang visonary leadership kepala sekolah secara profesional.
Kepala sekolah yang demikian akan selalu berpegang teguh pada etika kerja,
independensi terjaga, produktif, efektif, efisien dan inovatif serta bersandar
pada pelayanan prima dan memiliki wawasan jauh ke depan. Seiring dengan itu,
kepala sekolah harus mampu meningkatkan profesionalitasnya melalui berbagi
kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan dalam mengelola sekolah dan
kemampuan lain dalam mendongkrak guru untuk lebih professional dan berkompeten
dalam proses pembelajaran. Lebih spesifik mampu meningkatkan ketrampilan dalam
memperoleh pengetahuan (learning to know), ketrampilan dalam
mengembangkan identitas profesional (learning to be), ketrampilan dalam
melaksanakan tugas-tugas secara produktif dan inovatif (learning to do),
dan memiliki ketrampilan untuk dapat berkerja sama secara kolegial sehingga
tercipta kehidupan secara harmonis (learning to live together).
Kepemimpinan visioner muncul sebagai respons
terhadap adagium the only thing of permanent is change yang memuntut
kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki kemampuan dalam menentukan arah masa
depan dengan mengusung sebuah visi sekolah.
Warren Bennis and Burt Nanus dalam Leaders:
Strategies for Taking Charge (2003) dalam sub judul Attention Through
Vision memaparkan sebuah visi sebagai "something that articulates a
view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a
condition that is better in some important ways than what now exists."
Sehingga dalam konteks lembaga pendidikan, visi merupakan sebuah gambaran
mengenai masa depan sekolah yang diinginkan bersama. Kepemimpinan visioner
kepala sekolah haruslah didasarkan pada tuntutan zaman yang berusaha mewujudkan
perkembangan secara intensif peran sekolah dalam menciptakan sumber daya
manusia (SDM) yang handal bagi pembangunan bangsa, sehingga orientasi visi
diarahkan pada terwujudnya nilai-nilai komparatif dan kompetitif tenaga
pendidik, peserta didik serta stakeholders sebagai dimensi perbaikan dan
pengembangan sekolah. Secara lebih spesifik, tenaga pendidik harus memiliki
nilai komparasi dan kompetisi sebagai acuan dasar kompetensi.
Sedangkan peran kepala sekolah haruslah memiliki
kemampuan memimpin dalam mencipta, merumuskan, mentransformasikan dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau
sebagai hasil dari interaksi sosial di antara warga sekolah dan stakeholders
sebagai cita-cita sekolah di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan
melalui komitmen semua warga sekolah.
Dalam kepemimpinan visioner, kepala sekolah harus memahami
konsep visi secara jernih, karena visi merupakan sebuah idealisasi
pemikiran tentang masa depan sekolah, yang merupakan kunci perubahan serta
dasar penciptaan budaya dan perilaku sekolah sebagai organisasi yang maju dan
antisipatif terhadap persaingan global sebagai tantangan zaman. Dengan kata
lain, kepemimpinan visioner merupakan sebuah visi kepemimpinan yang harus
melekat pada diri kepala sekolah berdasarkan blue-print atau idealisasi
pemikiran sekolah ke masa depan dalam mewujudkan sekolah bermutu dan
antisipatif terhadap benturan-benturan peradaban dunia.
Dengan pemahaman konsep visi secara jernih dan
matang, kepala sekolah harus memahami karakteristik visi, seperti (1)
memperjelas arah dan tujuan, sehingga mudah dimengerti dan
diimplementasikan.Sebuah visi (2) harus mencerminkan sebuah cita-cita yang
tinggi dan mampu menetapkan standar of excellence.Kepala sekolah juga
harus (3) mampu menumbuhkan inspirasi, semangat, passion dan komitmen
khususnya tenaga pendidik. (4) Mampu memberikan sebuah makna strategis bagi
sekolah yang dipimpinnya, (5) mampu merefleksikan potensi dan keunggulan
sekolah, yang (6) menyiratkan nilai-nilai adi luhung sekolah dan (7) kepala
sekolah harus memperhatikan secara sekasama hubungan sekolah dan lingkungan
masyarakat sekitar.
Kepemimpinan visioner selain memahmi konsep dan
karateristik visi, juga harus mampu memahami tujuan visi itu sendiri
dalam mewujudkan sekolah bermutu dan berprestasi. Bagaimana visi itu dapat
memperjelas arah umum perubahan kebijakan sekolah, dapat memberikan motivasi
kepada warga sekolah secara benar, dan dapat membantu proses koordinasi
perilaku berbeda-beda dari warga sekolah.
Visi harus selalu direorientasi dan disegarkan terus
menerus untuk mengantisipasi tuntutan dan perubahan zaman, karena visi
merupakan atribusi utama seorang pemimpin atau kepala sekolah.Adalah tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah untuk melahirkan, memelihara, mengembangkan,
menerapkan dan mereorintasi dan menyegarkan kembali visi agar tetap memiliki
kemampuan untuk memberikan respons yang tepat dan cepat terhadap berbagai
permasalahan dan tuntutan yang sedang dihadapi sekolah. Dengan kata lain, visi
adalah sebuah proses, dapat direkayasa dan ditumbuhkembangkan, sehingga kepala
sekolah harus dapat memenuhi das sollen sebagai agent of change
lembaga sekolah.
Dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor
yang dominan. Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, dan sosial . Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru
hanya dapat dilakukan melalui optimalisasi visionary leadership kepala
sekolah: sebagai pendidik, manajer, administrator, supervisor, pemimpin,
pencipta iklim kerja, dan wirausahawan.
Salah satu upaya
pemerintah menata dan memperbaiki mutu kinerja guru sudah tertuang dalam
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kompetansi guru merupakan
ujung tombak perubahan ke arah lebih signifikan, seperti Suyanto dan Djihad
Hasyim dalam Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium
III (2000) dengan mengutip pernyataan Michael G. Fullan, bahwa "educational
change depends on what teachers do and think…." Pendapat tersebut
mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan serta
keunggulan sekolah bergantung pada what teachers do and think, atau
dengan perkataan lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Atau, work
performance guru merupakan kunci perubahan mendasar pada lembaga
pendidikan, dalam hal ini sekolah.
Kompetensi itu sendiri
pada dasarnya merupakan gambaran apa yang seharusnya dapat dilakukan guru (be
able to do) dalam melaksanakan tugas dan kewajiban seperti tertuang dalam
peraturan seperti tersebut di atas. Kompetensi tersebut harus merupakan sebuah
abstraksi serta komitmen dalam melaksanakan kegiatan keseharian sebagai guru
profesional, berupa perilaku dan hasil yang dapat ditampilkan.
Agar seorang guru dapat
melakukan pembelajaran secara professional (be able to do), tentunya
harus memiliki kemampuan prima (ability)
dalam bentuk pengetahuan (knowledge), serta sikap (attitude)
serta ketrampilan (skill) yang sesuai dengan keahlian yang diampunya.
Menjadi tenaga profesional dan kompeten menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003
adalah das sollen utama adalah guru.
Jadi, guru dikatakan
profesional jika memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial, baik secara konseptual maupun dalam praktek sehari-hari
dalam lingkungan sekolah. Kompetensi guru tidak akan bias berkembang jika tidak
didukung oleh visionary leadership kepala sekolah.